Jumat, 20 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK 6

Kaum Mamluki mempertahankan pemerintahan oligarki mereka dengan secara terus menerus mengimpor budak Turki dan Cirkasian untuk dikembalikan kemerdekaannya dan dijadikan tentara. Ironisnya, kaum bekas budak inilah yang mengembangkan seni di Kairo hingga menjadi kota terindah di dunia pada abad pertengahan. Sebagian besar wilayah Palestina memang terabaikan, walaupun mereka terus memperindah Dome of the Rock di Yerusalem.

Kekuasaan Mamluki berakhir pada abad ke-15 ketika kesultanan Turki Ottoman (imperium Utsmani) tumbuh menjadi yang terkuat di Asia Kecil. Pada tahun 1455, Ottoman melakukan serangan mematikan ke ibukota wilayah Byzantine, Konstantinopel, yang dikuasai saudara-saudara mereka. Pada tahun 1516, pasukan Ottoman Turki yang moderen menginvasi Palestina dengan artileri dan senjata api, dimana pasukan berkuda Mamluki hanya bertahan dengan pedang, tombak dan lembing.

Pada masa pemerintahan Sulaiman Agung dari kesultanan Ottoman (1520-1566) tembok Yerusalem sempat dibangun kembali. Salah seorang permaisurinya, Khasseki Sultan, bahkan membangun sebuah kompleks di Yerusalem untuk tempat perlindungan bagi orang-orang miskin dan dapur umum untuk memberi mereka makan. Namun demikian, Palestina secara umum, berada dalam masa stagnan karena tidak dikembangkannya pendidikan oleh penguasa-penguasa Turki.

Pada abad berikutnya, sepanjang abad ke-17, kesultanan Ottoman sibuk mempertahankan wilayahnya yang membentang dari Hungaria hingga Mesir. Pada masa ini, bangsa Palestina telah memiliki perwakilan di parlemen Utsmani, berarti mereka mulai memiliki tatanan sosial yang relatif lebih maju dari sebelumnya. Namun demikian sebagian besar petani Palestina menjadi tentara Turki, dan tanah-tanah subur di Palestina kembali terbengkalai. Sementara itu orang-orang Yahudi yang diasingkan/diusir sejak dua abad sebelumnya hingga mereka yang terusir oleh pasukan salib secara perlahan mulai kembali ke tanah leluhur mereka, yakni tanah yang mereka sebut Israel, atau Eretz Yisra’el dalam bahasa Ibrani.

Sedikit demi sedikit, mereka datang kembali dan tinggal di Palestina. Mereka datang oleh panggilan Rabbi (pimpinan agama Yahudi) atau dengan inisiatif dan keyakinan mereka sendiri, atau karena melarikan diri dari Eropa. Sekitar tahun 1700, sekelompok kecil ummat yang dipimpin rabbi Yehuda Hehasid tiba di Palestina dari Eropa. Walaupun rabbi ini tiba-tiba meninggal dan sinagog yang mereka bangun dibakar namun kepulangan mereka terus diikuti oleh kelompok lainnya, seperti rombongan yang cukup besar di bawah pimpinan Rabbi Luzatto dan Ben-Attar tahun 1740. Di samping berkelompok, individual-individual pun berdatangan baik dari Eropa Barat, Eropa Timur maupun dari negara-negara Arab. Mereka mendapati bahwa hanya ada sekelompok kecil orang Yahudi yang tinggal di tanah yang saat itu disebut Palestina, dimana lebih banyak keturunan Ismail bermukim dan menguasai tanah Palestina.

Perdagangan Eropa dan Asia yang melewati kawasan Timur Tengah akhirnya menciptakan konflik tersendiri di kawasan ini. Untuk memotong jalur perdagangan Inggris dan India, pada bulan Februari 1799, Napoleon Bonaparte menginvasi Palestina setelah sebelumnya berhasil menguasai Mesir. Di Jaffa, pasukan Perancis dengan bengis membantai penduduk lokal. Kemudian, ketika pasukan mereka terkena wabah, sebagian dari mereka berpikir bahwa ini adalah kuasa Tuhan yang menghukum mereka karena melakukan pembantaian di Tanah Suci. Demoralisasi pasukan terjadi dan mereka bergerak ke utara untuk menaklukan Acre. Namun penguasa kota itu, Ahmed Al-Jazzar, berhasil bertahan dari Napoleon walaupun menghadapi bombardir yang terus menerus dari pasukan Perancis. Acre kembali lega setelah tiga puluh kapal Ottoman mendaratkan 10.000 pasukan gabungan Inggris dan Turki. Napoleon pun mundur dan berlayar kembali ke Perancis. Inggris berhasil mengamankan jalur perdagangannya dan Turki mengamankan kekuasaannya di Palestina.

Inilah babak ke-6 sebuah kemenangan kecil bagi Israel dimana orang-orang Yahudi mulai kembali ke tanah Palestina, merintis dan menjadi cikal bakal terbentuknya negara Israel moderen sekitar seratus lima puluh tahun kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda.