Minggu, 15 Maret 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK 8

Resolusi 181 dari PBB tanggal 30 November 1947 mengenai pembagian wilayah Palestina (UN Partition Plan) menjadi dua negara mengalokasikan 56.5% tanah Palestina untuk wilayah negara Israel dan 43% untuk negara Palestina, dan sisanya, yakni Yerusalem dijadikan wilayah internasional. Tapi di sebagian wilayah yang diperuntukkan bagi Israel bermukim orang-orang Palestina yang tidak mau menjadi bagian dari sebuah negara Yahudi. Resolusi ini segera memicu Kerusuhan Yerusalem dimana penduduk Arab dan Yahudi saling menyerang, menculik dan membunuh. Inggris yang mulai meninggalkan wilayah ini tidak mau dan tidak mampu mengatasi kekacauan ini.

Awal tahun 1948, kerusuhan berubah menjadi konflik militer ketika negara-negara Arab mengirimkan pasukan yang tergabung dalam Pasukan Pembebasan Arab di bawah pimpinan Abd Qadir al-Husayni dari Mesir. Mereka memblokade Yerusalem dan melakukan operasi-operasi di kota-kota pantai Palestina maupun Israel. Sebagai balasannya Israel membentuk Plan Dalet, yakni sebuah rencana dimana organisasi-organisasi bersenjata Yahudi yang dimotori Haganah dirubah menjadi tentara reguler lalu ditugaskan membuka blokade atas warga Yahudi di Yerusalem dan melindungi kantong-kantong pemukiman Yahudi dari serangan orang-orang Arab. Walaupun rencana operasi pimpinan Ben Gurion ini bersifat defensif, namun dalam prakteknya rencana ini sekaligus menjadi ofensif terhadap pemukiman-pemukiman Palestina di dalam dan disekitar wilayah Israel. Kerusuhan antar penduduk kini berubah menjadi Perang Arab-Israel dan berlangsug hingga Juli 1949.

Dalam perang itu, sebagian warga Palestina di dalam dan di sekitar wilayah Israel menjual tanahnya pada orang Yahudi, sebagian lagi terpaksa mengungsi ke wilayah Palestina atau negara Arab lainnya, tapi ada pula yang menolak pindah dari tempat itu dan melakukan perlawanan. Perlawanan yang mereka lakukan membuat Israel menggunakan cara lain, dari intimidasi hingga penghancuran pemukiman dan bahkan pembantaian untuk mengamankan dan memperluas wilayah mereka.

Menyusul deklarasi kemerdekaan Israel, Transjordania, Siria, Irak dan Mesir mengirimkan pasukan untuk memerangi pasukan bersenjata Israel, namun hingga tahun 1949, sekitar 100 desa Arab berhasil dicaplok Israel dan hampir semua kantong wilayah pemukiman Yahudi menjadi terhubung/tersambung, kecuali wilayah pemukiman mereka di Yerusalem. Terjadi perubahan demografis yang signifikan dimana sekitar 700.000 hingga 750.000 orang Arab Palestina lari atau terusir dari daerah-daerah yang kemudian menjadi wilayah Israel. Sebaliknya, sekitar 10.000 orang Yahudi juga dipaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah Palestina dan pindah ke wilayah Israel.

Di akhir perang ini, Israel menduduki sebagian besar wilayah yang dialokasikan untuknya dalam Partition Plan PBB. Di samping itu mereka juga menguasai Jaffa, Lydda dan Ramle Galilee dan Negev, sebuah jalur jalan antara Tel-Aviv dan Yerusalem, serta sebagian wilayah Samaria yang sekarang dikenal sebagai Tepi Barat. Wilayah Tepi Barat lainnya diambil oleh Yordania, sementara Jalur Gaza dikuasai militer Mesir. Sibuk memerangi negara baru Israel, para pemimpin Palestina dan negara-negara Arab lupa mendeklarasikan negara Palestina seperti termaksud dalam Partition Plan.

Senin, 23 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK 7

Zaman kegelapan yang panjang di Palestina akhirnya mulai berakhir ketika Ibrahim Pasha dari Mesir menginvasi Palestina pada bulan November 1831. Ibrahim Pasha merupakan anak dari Mohhammed Ali, penguasa flamboyan dari Mesir yang berani melawan Turki sebagai kekuatan baru di Timur Tengah. Ibrahim Pasha membuka sejumlah sekolah Arab di Palestina, dan bahkan mendorong misionaris Eropa membuka sekolah-sekolah mereka bagi orang-orang Palestina Kristen. Ibrahim menguasai Palestina selama 10 tahun (1831-1840), cukup untuk memicu renaissance yang lama ditunggu di Tanah Suci ini.

Untuk mengamankan jalur perdagangannya, Inggris kembali berdampingan dengan Turki, kali ini melawan Mesir. Melawan mereka, Ibrahim Pasha terdesak mundur ke Mesir dan Inggris menduduki Mesir sementara bangsa Turki kembali menduduki Palestina dan segera menutup sekolah-sekolah yang didirikan Ibrahim. Tapi karena takut akan reaksi pihak Barat, mereka tidak menutup sekolah-sekolah misionaris.

Kembalinya kekuasaan Turki yang relatif stabil dan lebih toleran membuat kepentingan Eropa di Palestina terus meningkat. Konsulat-konsulat dengan kekuasaan yang lebih besar ditempatkan di Yerusalem dan di beberapa kota pelabuhan Palestina. Namun demikian penguasaan atas tempat-tempat suci dikuasai oleh Rusia sebagai pelindung orang-orang Kristen Ortodox di Palestina maupun di wilayah Turki lainnya, menurut perjanjian Rusia-Turki tahun 1757 dan 1774.

Napoleon III yang memenangkan kudeta di Perancis, berusaha menekan Turki agar menjadikan Perancis dan gereja Katolik Roma sebagai penguasa tempat-tempat suci di Palestina, termasuk gereja Nativity di Betlehem yang selama ini dipegang Rusia. Konflik ini berujung pada perang Krim (1853-1856), yang berlangsung di semenanjung Krimean dan laut Baltik, antara Perancis, Inggris, Sardinia dan Turki di satu sisi melawan Rusia di pihak lainnya.

Perang Krim memperebutkan penguasaan atas tempat-tempat suci di Palestina ini untungnya tidak terjadi di Palestina. Dengan demikian masyarakatnya bisa hidup damai, walaupun terdiri dari tiga agama, dari yang mayoritas adalah: Islam, Kristen lalu Yahudi. Keadaan damai ini membuat lebih banyak orang Yahudi di negeri asing berani kembali ke tanah Palestina, walaupun legislasi Ottoman membatasi mereka. Populasi mereka meningkat pesat, dari hanya 980 orang di Yerusalem pada tahun 1587, menjadi 25.000 pada tahun 1880-an, bandingkan dengan 600.000 orang Palestina Muslim dan Kristen.

Tahun 1898 Kaisar Wilhelm II dari Jerman mengadakan kunjungan ke Palestina, menunjukkan pada para penguasa Eropa lainnya bahwa Jerman tertarik pada Arab bagian timur ini. Ketegangan ini makin lama makin memuncak hingga akhirnya pecah Perang Dunia I pada tahun 1914 di mana Turki bersekutu dengan Jerman melawan Inggris yang bercokol di sepanjang terusan Zues. Pasukan Inggris di Mesir di bawah pimpinan Jenderal Allenby merangsek masuk ke Palestina selatan, dan pada 9 Desember 1917 Allenby berhasil merebut Yerusalem. Pasukan Turki dan Jerman bertahan di Samaria dan Galilea sebelum akhirnya meninggalkan Palestina pada bulan September 1918.

Pada bulan November tahun 1914, Menteri Luar Negeri Inggris, Balfour, mengeluarkan deklarasi Balfour yang berisi dukungan Inggris bagi terbentuknya negara Yahudi di Palestina. Karena itu, ketika Perang Dunia I berakhir pada tahun 1918 dengan kemenangan Inggris dan jatuhnya Imperium Ottoman, maka gelombang imigran Yahudi ke Palestina semakin meningkat.
Orang Yahudi yang kembali ke Palestina dari negeri-negeri asing disebut zionist. Kata “zionisme” diturunkan dari kata Zion, sebuah gunung dekat Yerusalem. Dalam beberapa kutipan, Raja Daud sering menyebut kata ”Zion” yang merujuk pada kota Yerusalem atau tanah Israel secara keseluruhan, dimana bangsa Israel sering disebut ‘anak-anak Zion’. Namun demikian, zionisme sebagai sebuah aliran di zaman moderen muncul sebagian besar sebagai respons kaum Yahudi Eropa terhadap sikap antisemitisme yang berkembang di banyak negara Eropa pada akhir tahun 1800-an.

Istilah zionisme pertama kali digunakan untuk menggambarkan nasionalisme Yahudi oleh penerbit Nathan Birnbaum, pendiri pergerakan siswa Yahudi Kadimah tahun 1890, dalam jurnalnya Selbstemanzipation (Self Emancipation). Namun demikian, Zionisme sebagai aliran politik secara formal digulirkan oleh jurnalis Austria-Hongaria, Theodor Herzl, pada akhir abad ke-19 setelah dipublikasikannya Der Judenstaat (Negara Yahudi). Gerakan ini mendukung dilakukannya migrasi kaum Yahudi kembali ke ‘Tanah Perjanjian’ dan pembentukan sebuah negara Yahudi di tanah termaksud. Pada tahun 1897 Herzl menyelenggarakan Kongres Zionis Pertama di Basel, Swiss, dimana terbentuk World Zionist Organization.

Tahun 1938, Komisi Woodhead dibentuk untuk menjajaki cara penerapan rekomendasi yang dibuat oleh Komisi Peel (1936). Gagasan pembagian wilayah didukung, namun negara Yahudi yang diusulkan pada intinya jauh lebih kecil, wilayahnya hanyalah dataran pantai saja. Usulan ini ditolak pihak Yahudi dalam Konferensi St. James di London pada bulan Februari 1939. Pada bulan Mei 1939, dikeluarkanlah sebuah usulan dari negara-negara Arab agar dibentuknya suatu negara Palestina yang independen dalam waktu sepuluh tahun, yang diperintah bersama-sama oleh orang Arab dan Yahudi. Usul inipun ditolak oleh pihak Yahudi yang menginginkan pembentukan suatu negara Yahudi untuk bangsa Yahudi.

Tahun 1947, ketika Inggris bermaksud meninggalkan wilayah yang mereka rebut dari Ottoman Turki, PBB yang belum lama terbentuk menawarkan solusi dua-negara terpisah untuk wilayah itu, yakni negara Palestina dan Israel (UN Partition Plan). Komposisi kependudukan pada waktu itu adalah dua pertiga Arab dan sepertiga Yahudi. Solusi PBB ini disepakati walaupun kurang memuaskan bagi kedua belah pihak. Para pemimpin Arab kurang terima dengan terbentuknya negara Israel di tanah yang mereka kenal sebagai tanah Palestina. Orang Yahudi juga kurang setuju dengan pembagian tanahnya karena mereka lebih banyak mendapatkan padang pasir (gurun Negev) ketimbang lahan pemukiman.

Tahun 1948 Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Deklarasi Ini langsung diikuti dengan perang oleh negara-negara Arab yang tidak menghendakinya. Dalam perang ini Israel malahan mencaplok lebih banyak tanah dari yang telah ditentukan dalam rencana PBB.
Beberapa bulan kemudian ratusan ribu warga Arab, takut akan pendudukan Israel dan atas dorongan dari para pimpinan Palestina, meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke negara-negara tetangganya, seperti Libanon, Siria dan Yordania. Mereka bermaksud akan kembali saat Israel dikalahkan. Apapun rencana pimpinan mereka, masalah pengungsian ini belum terselesaikan hingga hari ini.

Sementara itu, ratusan ribu warga Yahudi yang saat itu bermukim di negara-negara Arab meninggalkan rumah mereka dan pindah ke Israel. Inilah kemenangan terbesar Israel atas Palestina. Negara Israel berhasil dibentuk dan dideklarasikan, sementara ribuan rakyat Palestina harus pindah dari tanah mereka ke tempat-tempat pengungsian di luar Palestina. Dalam kurun waktu antara 1947 – 1948, ada sekitar 180.000 orang Palestina yang terusir dari wilayah mereka.

Ini jelas kemenangan besar bagi bangsa Yahudi dengan terbentuknya negara Israel yang moderen dan berdaulat, dengan kekuatan militer yang menonjol dan wilayah kekuasaan (de fakto) yang relatif luas, walaupun dimusuhi dan diperangi oleh semua tetangganya.

Jumat, 20 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK 6

Kaum Mamluki mempertahankan pemerintahan oligarki mereka dengan secara terus menerus mengimpor budak Turki dan Cirkasian untuk dikembalikan kemerdekaannya dan dijadikan tentara. Ironisnya, kaum bekas budak inilah yang mengembangkan seni di Kairo hingga menjadi kota terindah di dunia pada abad pertengahan. Sebagian besar wilayah Palestina memang terabaikan, walaupun mereka terus memperindah Dome of the Rock di Yerusalem.

Kekuasaan Mamluki berakhir pada abad ke-15 ketika kesultanan Turki Ottoman (imperium Utsmani) tumbuh menjadi yang terkuat di Asia Kecil. Pada tahun 1455, Ottoman melakukan serangan mematikan ke ibukota wilayah Byzantine, Konstantinopel, yang dikuasai saudara-saudara mereka. Pada tahun 1516, pasukan Ottoman Turki yang moderen menginvasi Palestina dengan artileri dan senjata api, dimana pasukan berkuda Mamluki hanya bertahan dengan pedang, tombak dan lembing.

Pada masa pemerintahan Sulaiman Agung dari kesultanan Ottoman (1520-1566) tembok Yerusalem sempat dibangun kembali. Salah seorang permaisurinya, Khasseki Sultan, bahkan membangun sebuah kompleks di Yerusalem untuk tempat perlindungan bagi orang-orang miskin dan dapur umum untuk memberi mereka makan. Namun demikian, Palestina secara umum, berada dalam masa stagnan karena tidak dikembangkannya pendidikan oleh penguasa-penguasa Turki.

Pada abad berikutnya, sepanjang abad ke-17, kesultanan Ottoman sibuk mempertahankan wilayahnya yang membentang dari Hungaria hingga Mesir. Pada masa ini, bangsa Palestina telah memiliki perwakilan di parlemen Utsmani, berarti mereka mulai memiliki tatanan sosial yang relatif lebih maju dari sebelumnya. Namun demikian sebagian besar petani Palestina menjadi tentara Turki, dan tanah-tanah subur di Palestina kembali terbengkalai. Sementara itu orang-orang Yahudi yang diasingkan/diusir sejak dua abad sebelumnya hingga mereka yang terusir oleh pasukan salib secara perlahan mulai kembali ke tanah leluhur mereka, yakni tanah yang mereka sebut Israel, atau Eretz Yisra’el dalam bahasa Ibrani.

Sedikit demi sedikit, mereka datang kembali dan tinggal di Palestina. Mereka datang oleh panggilan Rabbi (pimpinan agama Yahudi) atau dengan inisiatif dan keyakinan mereka sendiri, atau karena melarikan diri dari Eropa. Sekitar tahun 1700, sekelompok kecil ummat yang dipimpin rabbi Yehuda Hehasid tiba di Palestina dari Eropa. Walaupun rabbi ini tiba-tiba meninggal dan sinagog yang mereka bangun dibakar namun kepulangan mereka terus diikuti oleh kelompok lainnya, seperti rombongan yang cukup besar di bawah pimpinan Rabbi Luzatto dan Ben-Attar tahun 1740. Di samping berkelompok, individual-individual pun berdatangan baik dari Eropa Barat, Eropa Timur maupun dari negara-negara Arab. Mereka mendapati bahwa hanya ada sekelompok kecil orang Yahudi yang tinggal di tanah yang saat itu disebut Palestina, dimana lebih banyak keturunan Ismail bermukim dan menguasai tanah Palestina.

Perdagangan Eropa dan Asia yang melewati kawasan Timur Tengah akhirnya menciptakan konflik tersendiri di kawasan ini. Untuk memotong jalur perdagangan Inggris dan India, pada bulan Februari 1799, Napoleon Bonaparte menginvasi Palestina setelah sebelumnya berhasil menguasai Mesir. Di Jaffa, pasukan Perancis dengan bengis membantai penduduk lokal. Kemudian, ketika pasukan mereka terkena wabah, sebagian dari mereka berpikir bahwa ini adalah kuasa Tuhan yang menghukum mereka karena melakukan pembantaian di Tanah Suci. Demoralisasi pasukan terjadi dan mereka bergerak ke utara untuk menaklukan Acre. Namun penguasa kota itu, Ahmed Al-Jazzar, berhasil bertahan dari Napoleon walaupun menghadapi bombardir yang terus menerus dari pasukan Perancis. Acre kembali lega setelah tiga puluh kapal Ottoman mendaratkan 10.000 pasukan gabungan Inggris dan Turki. Napoleon pun mundur dan berlayar kembali ke Perancis. Inggris berhasil mengamankan jalur perdagangannya dan Turki mengamankan kekuasaannya di Palestina.

Inilah babak ke-6 sebuah kemenangan kecil bagi Israel dimana orang-orang Yahudi mulai kembali ke tanah Palestina, merintis dan menjadi cikal bakal terbentuknya negara Israel moderen sekitar seratus lima puluh tahun kemudian.

Minggu, 15 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK KE-5

Era damai kekalifahan berlangsung hingga tahun 969, ketika penguasaan kota beralih ke kalifah Fatimid. Kekalifahan ini disebut juga al-Fatimiyyun dan merupakan dinasti Arab beraliran Ismailisme Syiah. Inilah kekalifahan yang keempat dan yang terakhir dari kekalifahan Arab. Para pemimpin mereka melegitimasi kekuasaannya berdasarkan keturunan nabi Muhammad dari anaknya Fatima as-Zahra.

Kekalifahan ini berpusat di Mesir dan terkenal toleran terhadap aliran Islam yang lain seperti Sunni, bahkan Kristen dan Yahudi yang diikutsertakan dalam pemerintahan. Namun demikian, di beberapa tempat mereka juga dikenal dengan penghancuran yang sistematis atas sinagog-sinagog dan gereja-gereja, termasuk gereja Holy Sepulchre. Inilah salah satu sebab terjadinya Perang Salib.

Tahun 1071 Seljuk dari Turki berhasil menggusur kalifah Fatimid sebagai penguasa tanah suci Yerusalem. Dengan demikian wilayah kekuasaan kalifah Fatimid terdesak hingga ke Mesir. Kaum Seljuk kemudian menutup jalur-jalur ziarah yang begitu lama terpelihara. Para peziarah dari Eropa melaporkan bagaimana mereka diganggu dan dihina oleh pasukan berpelana karpet (pasukan Turki). Hal ini menambah marah Eropa Barat yang kemudian melakukan serangkaian invasi, yang mereka sebut sebagai Perang Salib.

Walaupun kekalifahan Fatimid berhasil merebut kembali Yerusalem dari Turki pada tahun 1098, namun mereka kemudian dibantai di sana oleh para pejuang salib setahun kemudian. Inilah kejatuhan Yerusalem (tahun 1099) dimana para pejuang salib membantai banyak orang Yahudi maupun Islam yang bertahan di dalam kota. Mereka juga melarang kaum Yahudi tinggal di Yerusalem. Pada masa ini Dome of the Rock dirubah menjadi bangunan Kristen dengan nama Templum Domini (berarti Rumah Tuhan). Gereja Holy Sepulchre dibangun kembali, lalu rumah-rumah sakit dan biara-biara juga didirikan.

Kekuasaan Kristen berlangsung hampir 90 tahun, hingga tahun 1187 ketika kota Yerusalem kembali ditaklukan oleh sebuah pemerintahan Muslim, kali ini oleh pasukan Mamluke di bawah pimpinan Sultan Saladin. Berbeda dengan Kekalifahan Fatimid yang beraliran Syiah, Saladin dan para penerusnya (kesultanan Ayubid) berhasil menjadikan Mesir sebagai pusat keyakinan Islam Sunni. Dalam kekuasaannya, Saladin banyak dipuji oleh sejarahwan Arab maupun Eropa dalam hal kekesatriaannya. Ketika para pejuang salib menaklukkan Yerusalem tahun 1099, mereka membunuh hampir semua penduduknya, tapi ketika Saladin menaklukkan kota itu tahun 1187, dia mengampuni musuh-musuhnya, memberi mereka waktu untuk meninggalkan kota dengan aman.

Pada akhir tahun 1099, Sultan Saladin telah menguasai hampir seluruh Kerajaan Yerusalem (kekuasaan pasukan Kristen), kecuali Tirus. Namun saat itu dia dihadapkan pada kedatangan gelombang ketiga dari pasukan salib yang dipimpin tiga penguasa Eropa saat itu: Frederick Barbarossa dari Jerman, Philip Augustus dari Perancis, dan Richard the Lionharted dari Inggris. Frederick meninggal dalam perjalanan, namun Philip dan Richard berhasil menaklukkan Acre lalu Philip kembali ke Perancis.

Di bawah pimpinan Richard, pasukan gabungan ini berhasil mengalahkan Saladin dalam pertempuran di Arsuf. Mereka lalu berusaha masuk lebih jauh ke pedalaman, ke arah Yerusalem, namun Saladin memukul mundur mereka ke arah pantai. Akhirnya Richard menandatangani perjanjian damai dengan Saladin pada tahun 1192 yang mengembalikan kekuasaan Kristen di sepanjang wilayah pantai antara Jaffa dan Beirut. Wilayah ini mereka sebut Kerajaan Yerusalem, walaupun tidak mencakup kota Yerusalem di dalamnya. Sultan Saladin meninggal pada tahun berikutnya.

Kesultanan Ayubid menguasai Yerusalem sepanjang abad ke-13 hingga abad ke-15.Dalam rentang waktu yang panjang itu pasukan Kristen berkali-kali berupaya mengambil alih Yerusalem dan sempat berhasil dalam dua periode singkat, yakni tahun1229-1239 dan 1240-1244. Namun sesudah itu mereka terdesak kembali ke wilayah pantai sebelum akhirnya meninggalkan tanah Palestina pada tahun 1291 ketika pasukan Mamluk merebut Acre.
Seperti halnya kesultanan Abbasid di Bagdad, para sultan Ayubid di Kairo sangat mengandalkan pasukan orang Turki yang disebut Mamluk (yang berarti dimiliki oleh Arab). Orang-orang Turki ini ditangkap pada saat masih kanak-kanak, diIslamkan dan diberi berbagai latihan militer oleh penguasa Arab. Pada tahun 1250, orang-orang Mamluk ini mengambil alih Citadel di Kairo (istana dan pusat pemerintahan kesultanan Ayubid). Menyusul jatuhnya Mesir, Palestina sebagai wilayah pendudukan Ayubid ikut jatuh ke tangan penguasa Mamluk.

Palestina di zaman itu sempat mengalami kehancuran dan penjarahan yang kejam dari pasukan Mongol sebelum pasukan Mamluk berhasil mengusir mereka. Perang yang sengit dan berkepanjangan dengan pasukan Salib di sepanjang pantai Laut Tengah menambah kehancuran negeri ini. Karena kekhawatiran akan kembalinya pasukan salib mereka merusak pelabuhan-pelabuhan, perkebunan-perkebunan dan sistem-sistem irigasinya. Pendapatan yang didapat dari para peziarah kini mengering karena pasukan Mamluk terus mengisolasi Palestina. Karena literatur Arab adalah asing bagi Mamluk, mereka juga menghancurkan perpustakaan-perpustakaan bahkan pusat-pusat budaya dan ilmu pengetahuan Arab. Hal ini menempatkan Palestina ke dalam masa kelam selama sekitar 600 tahun.

Inilah babak ke-5. Palestina dan Israel porak-poranda akibat kekuatan-kekuatan asing yang berperang memperebutkan tanah mereka.

Senin, 09 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 Tahun

BABAK KE-4

Kemunculan Islam pada abad ke-7 mengakibatkan perubahan besar di Timur Tengah. Kekalifahan sesudah Nabi Muhammad meluaskan wilayahnya ke utara, merebut wilayah-wilayah bekas kekaisaran Byzantine yang telah lemah, termasuk Palestina.

Setelah masa yang singkat dalam penguasaan Persia, pasukan Arab akhirnya bisa mencapai dan mengepung Yerusalem. Merasa tak bisa mempertahankan Yerusalem dari serangan Arab pimpinan patriarki Romawi di Yerusalem, Sophoronius, mengirim pesan pada Omar bin al-Khatab, Kalifah ketiga dan pimpinan tertinggi bala tentara Arab, bahwa dia akan menyerahkan Yerusalem kepadanya.

Tahun 638, enam tahun sesudah meninggalnya nabi Mohammad, Omar pergi ke Yerusalem dan menerima penyerahan Yerusalem dengan menandatangani syarat-syarat penyerahan yang menyebutkan perlindungan bagi orang-orang Kristen, harta benda dan gereja-gereja mereka. Inilah penaklukan Yerusalem yang pertama kali tanpa pembantaian dan penghancuran.

Caesarea, ibukota Palestina versi Romawi, merupakan kota yang terakhir jatuh ke tangan Arab pada tahun 640. Kota pelabuhan ini bertahan lama dari kepungan karena mendapat suplai melalui laut. Setelah kejatuhan Caesarea, akhirnya Palestina menjadi bagian integral dari dunia Arab.

Segera setelah menaklukkan Yerusalem, Omar membersihkan Bukit Ka’bah dari puing-puing reruntuhannya dan menemukan batu yang diyakininya menjadi tempat sembahyang nabi Muhammad sebelum naik ke surga setelah melakukan perjalanan ajaib selama satu malam dari Mekah dengan mengendarai kuda-terbangnya Al-Buraq.

Lokasi ini adalah reruntuhan kuil dewa Jupiter yang dibangun kaisar Hardian, dibangun di atas puing-puing ka’bah Yahudi, baik ka’bah pertama yang didirikan Salomo dan dihancurkan Nebukadnezar, maupun ka’bah kedua yang kemudian dihancurkan Titus. Di tempat suci ini, dikenal dalam bahasa Arab sebagai Haram al Sharif, Kalifah Abd al-Malik membangun gedung megah yang spektakuler, yakni Qubbat As-Sakhrah (Dome of the Rock) antara tahun 687 dan 691 M.

Bangunan ini adalah sebuah mashhad, yakni bangunan untuk para peziarah. Tinggi kubahnya 20 meter dengan lebar 10 meter dan merupakan salah satu maha karya Arsitektur dunia. Berdampingan dengannya berdiri mesjid Al-Aqsa di mana mereka dapat sembahyang. Yerusalem menjadi kota suci bagi kaum muslimin.Penguasa muslim yang menguasai wilayah ini hingga tahun 960an mengizinkan orang Kristen bahkan Yahudi untuk tetap memelihara agamanya. Mereka juga mengizinkan para peziarah dari berbagai tempat di Eropa dan Asia untuk datang ke Yerusalem.

Zaman kekalifahan ini merupakan kemenangan Palestina yang sebagian besar penduduknya telah memeluk Islam. Mereka menjadi bagian dari dunia Arab dan bagian dari kekalifahan yang memerintah.

Minggu, 01 Februari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK KE 3

Pada tahun 6 Masehi, Romawi kembali mengambil alih kekuasaan atas wilayah Israel dan Palestina dengan memecat Archelaus, anak Herodes, yang menyalahgunakan kekuasaannya. Judea menjadi bagian dari sebuah provinsi Romawi yang lebih besar, yakni Iudaea, yang terbentuk dengan menggabungkan Yudea, Samaria dan Idumea. Ibukota provinsinya adalah Caesarea.

Pontius Pilatus merupakan salah satu gubernur di Provinsi ini. Pilatus diceritakan sebagi orang yang bertanggung jawab atas penyaliban Yesus. Dalam pengadilannya dia tidak mendapati kesalahan apapun pada Yesus, tapi karena tuntutan yang begitu besar dari orang Yahudi agar Yesus disalibkan, Pilatus akhirnya mencuci tangannya dan menyerahkan kewenangannya kepada massa yang beringas itu.

Setelah Yesus disalibkan tentara Romawi pada masa pemerintahan Pontius Pilatus, para pengikut Yesus menyebarkan ajaran-ajaran Yesus di seluruh tanah Israel, Palestina, bahkan di seluruh kekaisaran Romawi. Para pemuka agama Yahudi menghawatirkan berkembangnya ajaran ini dan berusaha menangkap para penyebarnya. Ini membuat mereka melarikan diri dari tanah Israel ke tempat-tempat seperti Antiokia, Epesus, Roma dan negeri-negeri asing lainnya. Mereka akhirnya membentuk koloni-koloni Yahudi Kristen, seperti yang dibentuk Petrus di Roma.

Ajaran Kristen terus meluas, bukan saja oleh orang-orang Yahudi namun juga oleh orang-orang Yunani yang telah dikristenkan. Seperti halnya Paulus orang Tarsus yang mengabarkan Injil kepada orang-orang Yahudi, Yunani dan Romawi dengan keahliannya menginterpretasikan terminologi-terminologi dan pemahaman-pemahaman filosofis dalam ajaran nasrani sesuai standar peradaban Helenistik yang dikuasainya sebagai orang Yunani. Paulus menjadi penulis beberapa buku dalam kitab suci agama Kristen.

Antara tahun 41 dan 44 CE, Iudaea kembali mendapatkan otonomi nominalnya ketika Herodes Agripa dinobatkan sebagai raja orang Yahudi oleh kaisar Claudius. Tapi ketika Agripa mangkat, provinsi itu kembali diperintah secara langsung oleh Romawi sebelum dikembalikan kepada Markus Julius Agripa pada tahun 48 Masehi. Agripa II ini menjadi raja terakhir dari dinasti Herodes.

Setelah Claudius Agung meninggal tahun 54 Masehi, Nero menjadi kaisar Romawi menggantikan pamannya itu. Nero melakukan pembunuhan pada orang-orang Kristen, di antaranya Paulus dan Petrus yang dihukum mati sekitar tahun 64 Masehi. Nero melakukan pembantaian-pembantaian itu dengan kejam, dari menjadikan mereka makanan singa, membakar mereka hidup-hidup, hingga membakar kota dan mengkambing-hitamkan orang-orang Kristen di Roma. Kekejamannya berlangsung terus hingga tahun 68 Masehi ketika terjadi kudeta militer yang menjungkalkan Nero dari tahtanya. Sebelum dihukum mati, kaisar kejam ini akhirnya bunuh diri.

Orang Yahudi Terusir dari Yerusalem

Dalam masa pemerintahan Nero, yakni pada bulan November tahun 66 Masehi, dimulailah pemberontakan Yahudi yang disebut Perang Yahudi-Romawi Pertama. Pemberontakan ini berlangsung selama 4 tahun dan berakhir pada tahun 70 Masehi, saat mana panglima militer Romawi, jenderal Titus, berhasil menumpas pemberontakan ini dan menghancurkan Yerusalem hingga rata dengan tanah. Orang-orang Yahudi di Yerusalem dibantai dan sisanya diperjualbelikan sebagai budak di kota-kota Romawi.

Perang Kitos (115-117), disebut juga Pemberontakan di Pengasingan merupakan nama yang diberikan pada perang Yahudi-Romawi Kedua. Nama Kitos diambil dari jenderal Lusius Quietus yang dengan brutal memadamkan pemberontakan Yahudi di Mesopotamia. Dia kemudian dikirim ke Yudea menangani pemberontakan di sana sebagai seorang procurator di bawah Trajan, kaisar Romawi pada saat itu.

Walaupun mengalami pembantaian dalam dua pemberontakan tadi, namun orang Yahudi masih menjadi mayoritas di Yerusalem, hingga pada akhir pemberontakan ketiga ketika mereka bangkit melawan Romawi tahun 132 hingga 135 Masehi. Pemberontakan ini dipimpin oleh Simon bar Kokhba dan dikenal dengan pemberontkan Barkokhba yang hampir berhasil menguasai Yerusalem. Namun kaisar Hadrian (pengganti Trajan) berhasil memadamkan pemberontakannya. Dia bahkan merubah nama provinsi Iudaea menjadi Syria Palestina, membantai dan mengusir orang Yahudi dari Yerusalem lalu merubah nama kota itu menjadi Aelia Capitolina (diambil dari namanya Aelius Hadrianus) dengan maksud mempermalukan Yahudi dan menghapus hubungan historis Yahudi dari wilayah itu.

Orang-orang Yahudi, terutama orang Yerusalem, tercerai-berai ke berbagai penjuru dunia dan membentuk diaspora di negeri-negeri asing. Reruntuhan Yerusalem dibangun kembali dengan namanya yang baru (Aelia Capitolina) dan di atas puing ka’bah Yahudi Hadrian membangun kuil untuk dewa Jove (Yupiter versi Yunani).

Agama Kristen Menjadi Agama Resmi

Orang-orang Yahudi dilarang memasuki bahkan mendekati Yerusalem hingga beratus-ratus tahun sesudah itu. Sebagian besar mereka lalu meninggalkan Israel membawa serta budaya dan agama Yahudi, juga ajaran Kristen yang sudah dianut sebagian dari mereka. Agama Yahudi bersifat eksklusif, tapi ajaran Yesus bersifat inklusif dan dengan demikian mudah menyebar di negeri-negeri asing dimana diaspora-diaspora Yahudi Kristen terbentuk.

Untuk mengamankan kekaisaran di tengah perkembangan kekristenan yang semakin meluas, pemerintah Romawi merangkul umat Kristen dengan melakukan beberapa penyesuaian pada ajarannya dan diasimilasikan dengan budaya Helenistik yang sudah dianut orang di seluruh wilayah Romawi sejak jaman Yunani. Dengan demikian semakin banyak orang yang menerima ajaran Kristen itu, hingga akhirnya Kaisar Konstantin sendiri memeluk agama Kristen pada tahun 325 Masehi. Kaisar ini memindahkan ibukota kekaisarannya ke Byzantine yang kemudian dinamai Konstantinopel.

Sejak itu Kristen menjadi agama resmi di seluruh kekaisaran Byzantine, termasuk di Palestina, dimana Konstantin merubuhkan berbagai kuil para dewa Yunani dan mendirikan banyak gereja di seluruh Palestina. Di antaranya adalah gereja Sepulchre suci (335 M) yang menjadi salah satu gereja terpenting Kristen karena diyakini menjadi tempat kebangkitan, didirikan di atas pondasi bekas kuil dewi Aphrodite dari zaman sebelumnya. Konstantin juga mendirikan gereja Ascensian di gunung Zaitun (Mount of Olives) dimana mereka yakini Yesus diangkat ke surga, dan gereja Nativity di Bethlehem: kota kelahiran Yesus. Pada masa inilah dimulainya tradisi ziarah umat Kristen ke Yerusalem. Mereka datang dari seluruh kekaisaran Romawi, terutama dari Eropa.

Inilah akhir babak ke 3: Masa kekaisaran Byzantine. Babak ini bukanlah keunggulan Palestina, namun jelas ini kekalahan total bagi bangsa Israel dimana mereka terusir dari tanah Israel. Dinasti Herodes telah berakhir, namun istilah Palestina untuk pertama kalinya digunakan sebagai nama untuk seluruh wilayah Israel dan Palestina.

Selasa, 20 Januari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 Tahun

BABAK KEDUA

Zaman keemasan Israel kuno, yakni zaman peperintahan Daud dan Salomo (Sulaiman) hanya berlangsung sekitar 80 tahun. Setelah Salomo wafat, bangsa Israel mengadakan pertemuan di Sechem (dekat Nablus) untuk mengangkat Rehabeam anak Salomo menjadi penggantinya.

Dalam pertemuan itu rakyat meminta kepadanya untuk menurunkan pajak yang sebelumnya sudah tinggi di zaman Salomo, tapi Rehabeam menolaknya dan bahkan berniat menaikkannya lebih berat. Mendengar itu rakyat dari sepuluh suku (seluruh suku kecuali suku Yehuda dan Benyamin) mengusirnya pulang ke Yerusalem lalu mencari raja baru sebagai ganti Rehabeam.

Mereka mengangkat Yerobeam dari suku Efraim sebagai raja dan mendirikan kerajaan baru di utara, terpisah dari kerajaan Rehabeam yang hanya meliputi dua suku di bagian selatan.
Kerajaan yang memisahkan diri menamakan diri Israel (kemudian menjadi Samaria) karena lebih besar dari yang tersisa dan menetapkan Sechem sebagai ibukotanya. Kerajaan yang tersisa untuk keturunan Daud dan Salomo bernama Yehuda, sesuai suku mayoritasnya, dengan ibukotanya tetap di Yerusalem.

Kedua kerajaan ini sering saling menyerang dan masing-masing menderita kerusakan internal, kelemahan militer dan politik serta penyimpangan/pendurhakaan agama sehingga pihak asing dengan mudah menaklukkannya.

Tahun 700an SM kerajaan Asyria (Asyur), dengan Nineweh sebagai ibukotanya, menduduki hampir seluruh tanah Palestina. Tahun 722 SM mereka menaklukkan dan menghancurkan Israel (Samaria). Bangsa Israel pun tercabik, karena semua penduduk Samaria dipindahkan ke Halah di negeri Gozan/Kurdistan dan di pegunungan Median (Madai). Mereka digantikan dengan koloni-koloni dari Babel dan Kutha di Irak yang disuruh menempati kota-kota di Samaria. Orang-orang Israel yang dideportasi dari Samaria dikenal sebagai ‘Sepuluh Suku yang Hilang’ dan kemudian menyebar ke seluruh negara-negara Arab.

Kerajaan Yehuda juga mengalami kekalahan-kekalahan dari pihak asing, seperti dari Mesir (akhir abad ke 10 SM), Palestina dan Arab (pada masa pemerintahan Yoram 849-842 SM), Demikian juga pada masa pemerintahan raja Hizkia yang harus menandatangani tanda takluk dan membayar upeti pada Sarjon Kedua, raja Asyria yang saat itu telah menguasai Israel. Raja Manasye (Mansi bin Hizkia), anak Hizkia yang mau memberontak, akhirnya ditawan orang Asyria.

Pada masa raja Yosia, Firaun Nekho dari Mesir sempat mengalahkan Asyiria dan membunuh Yosia raja Israel, lalu mengangkat Yoyakhim sebagai gantinya (608-597 SM). Mesir kemudian dikalahkan Nebukadnezar dari Babilonia (605 SM). Babilonia terus bergerak ke utara hingga akhirnya mencapai dan mengepung Yerusalem. Mereka mengalahkan dan menawan raja Yoyakhim dan keluarganya serta 10.000 orang Yahudi lainnya ke Babilonia. Di samping itu mereka menjarah harta karun Yerusalem, termasuk dari kaabahnnya.

Sebagai pengganti Yoyakhim, orang Babilonia mengangkat Zedekia (597-586 SM) sebagai penggantinya setelah bersumpah setia pada Nebukadnezar. Namun Zedekia bin Yoshia memberontak sehingga pasukan Babilonia kembali menyerang dan mengepung Yerusalem selama 18 bulan sampai mereka menyerah. Nebukadnezar membumihanguskan kota dan meratakan tempat-tempat ibadahnya, menjarah kekayaan dan harta karunnya. Dia juga menangkap sekitar 40 ribu orang Yahudi dan mengirim mereka ke Babilonia sebagai tawanan gelombang kedua. Kerajaan Yehuda jatuh pada tahun 568 SM.

Sesudah keruntuhan Israel dan Yehuda, semakin banyak orang Yahudi yang tersingkir dari negerinya dan hidup dalam pengasingan di negeri-negeri Arab, terutama di Babilonia (Irak bagian selatan).

Persia akhirnya mengalahkan Babilonia pada tahun 539 SM dan merebut seluruh tanah jajahannya. Pada masa pemerintahan Cyrus Agung, raja Persia, orang-orang Israel di Babilonia diizinkan kembali ke tanah asal mereka dan diberi otonomi khusus. Banyak dari mereka yang kembali, tapi banyak juga yang tidak mau karena telah memiliki usaha dan harta benda di Babilonia. Saat itu jumlah orang Yahudi di Palestina hanya sekitar 20.000 hingga 40.000.

Orang-orang Samaria yang telah menganggap bahwa Yudea dan Samaria milik mereka, membenci dan menolak orang Yahudi yang pulang, yang mengklaim Yerusalem adalah milik mereka dari mana orang-orang tua mereka dibuang sekitar lima puluhan tahun lalu. Lalu mulailah permusuhan yang berkepanjangan antara orang Samaria dan Yehuda.

Demikian silih berganti bangsa bangsa asing menguasai tanah Palestina dan Israel. Tahun 333 SM, Alexander Agung, orang Yunani dari Makedonia mengalahkan Persia di Asia Kecil, lalu ke Funisia, Yehuda, Israel, hingga ke Filistia. Dia membangun pasukan yang kuat dan berhasil menguasai wilayah yang sangat luas hingga ke bagian barat India di Asia. Tapi kekuasaannya tidak berlangsung lama karena Alexander, pendiri Alexandria, wafat pada usia 32 tahun di Babilonia, dalam perjalanan penaklukannya ke Timur.

Setelah kematian Alexander, wilayah ini diperebutkan oleh para jenderalnya, antara lain Seleucus yang berbasis di Syria. Seleucus berhasil merebut Palestina dan Yunani tahun 198 SM. Demikian tanah Palestina dan Israel/Yehuda dikuasai orang Yunani dengan pasukan Syria-nya. Kerajaan ini berhasil mempertahankan wilayah timur yang cukup luas, dan merupakan kerajaan pertama yang menggunakan istilah Asia.

Dalam pemerintahan raja Syria/Asia: Antiokhus Epiphanes, bangsa Yahudi ditindas, dianiaya dan hendak dimusnahkan. Raja memaksakan kebudayaan Yunani kepada bangsa Yahudi. Bait suci Yahudi dihancurkan dan Imamnya dipaksa memakan babi, dan rakyat dipaksa menyembah dewa-dewa Yunani. Anak-anak yang disunat digantung dan ibunya dibunuh. Mereka yang menyucikan hari Sabat dikejar-kejar dan dibantai pada hari itu.

Hal ini memunculkan pemberontakan di kalangan Yahudi yang diawali oleh Matatias dan diteruskan oleh dan anak-anaknya, di antaranya adalah Yudas Makabea. Makabea berkali-kali berhasil mengalahkan para penjajah hingga pemberontakan ini kemudian dikenal sebagai ‘pemberontakan Makabea.’ Walaupun orang Syria berhasil membunuh Yudas pada tahun 161 SM, namun saudara-saudaranya meneruskan perjuangannya hingga Syria memberi otonomi khusus untuk wilayah Israel dan Yehuda dengan nama distrik Yudea (tahun 140-37 SM), di bawah pimpinan imam-imam besar sebagai raja yang dikenal dengan istilah ‘raja-raja Hasmonean.’

Tetapi pada saat itu Yudea bukan satu-satunya kerajaan berdaulat di wilayah itu. Di bagian selatan tanah Palestina/Israel ada sebuah kerajaan Arab yang bernama Nabatea yang tidak pernah ditaklukkan oleh Yunani. Kerajaan ini menjadi kerajaan asli/pribumi yang terkuat di Palestina, dan sempat memperluas wilayahnya hingga ke Damaskus, dengan ibukotanya: Petra.
Kerajaan Yahudi dan Palestina yang independen ini bertahan sekitar satu abad sebelum direbut jenderal Romawi: Pompey Agung pada tahun 63 SM. Ini mengawali pendudukan Romawi selama tujuh abad di wilayah Palestina dan Israel.

Ketika perang saudara pecah antara Julius Caesar dan Pompey, Pompey mengungsi ke Mesir dimana dia dibunuh oleh Ptolomy XIV, saudara / suami dari ratu Cleopatra. Caesar menyerbu ke Mesir dan bertempur dengan Ptolomy yang nampaknya bisa mengatasi Caesar. Tapi kemudian, atas bantuan ribuan pasukan berkuda dari Antipater, seorang Syeikh dari selatan Palestina, Julius Caesar bisa mengalahkan Mesir dan menjadikan Cleopatra sebagai permaisurinya.

Karena bantuan dan kekuatan militernya, Antipater dijadikan Gubernur atas seluruh wilayah Palestina yang meliputi seluruh Gaza, Samaria dan Yehuda. distrik Yudea dan Galilea dan Samaria. Ini mengakhiri kekuasaan raja-raja imam-besar di Yudea.
Antipater kemudian membagi kekuasaannya pada kedua anaknya, Herodes dan Feisal, yang masing-masing menjadi gubernur atas Galilea dan Yudea.

Ketika Julius Caesar terbunuh di Roma, terjadi perebutan kekuasaan atas kerajaan Roma bagian Timur. Cassius, sang pembunuh Caesar, berupaya mengambil alih kekaisaran Roma bagian Timur dari Anthony dan Octavianus. Namun keduanya berhasil mengalahkan Cassius.
Dalam kekacauan Roma tersebut, Persia sempat menguasai Palestina. Tapi Anthony meyakinkan Senat untuk mengangkat Herodes anak Antipater sebagai raja di Palestina, Yudea dan Samaria dengan mengusir Persia dari tanah Palestina yang meliputi seluruh Filistin, Yudea, Samaria, Galilea.

Anthony yang memperistri Cleopatra, ratu Mesir dan janda Caesar, dan menjadi terlalu terpengaruh oleh sang ratu yang bermaksud mewarisi Kekaisaran Timur untuk anaknya. Ini dianggap sebagai penghianatan negara oleh senat Roma yang kemudian mengutus Octavianus untuk menghukum Anthonius. Dalam pertempuran laut di Actium Octavianus berhasil mengalahkan pasukan Anthonius dan armada Mesir Cleopatra. Octavianus menyusul mereka ke Alexandria, tapi ketika memasuki kota itu pada 1 Agustus tahun 30 SM dia mendapati Anthonius telah bunuh diri. Cleopatra yang dipenjarakan Octavianus ikut bunuh diri dengan menggunakan ular berbisa.

Oktavianus yang kemudian bergelar Kaisar Agustus tetap mempertahankan Herodes sebagai raja atas Palestina (termasuk Israel, Yudea dan Galilea) karena kesetiaannya pada Romawi. Dalam pemerintahan Herodes inilah lahir Yesus (nabi Isa) di Betlehem.
Herodes mencoba membunuh Yesus yang diramalkan akan menjadi raja bangsa Yahudi. Percobaannya gagal dan ‘kegagalan’ kecil dari Herodes itu kemudian menjadi keuntungan bagi umat Islam yang menganggap Isa sebagai nabi, dan umat Kristen yang menganggapNya sebagai perwujudan Allah. Tapi itu menjadi duri bagi bangsa Yahudi sendiri yang menganggap Yesus tidak lebih dari seorang penjahat.

Herodes berhasil dalam pemerintahannya, dan membangun kota pelabuhan yang baru: Caesarea; lalu menjadikannya ibukota Palestina yang baru. Kaisar Agustus menambahkan kepadanya dua daerah yang luas di selatan Siria, dengan demikian wilayah Palestina membentang ke utara hingga mencapai Damaskus .

Inilah akhir babak kedua: Sebuah keunggulan untuk Palestina dimana bangsa Israel dipimpin oleh Herodes, seorang raja Palestina.

Herodes wafat tahun 4 SM dan oleh Kaisar Agustus, Palestina (di dalamnya termasuk Israel) dibagi untuk ketiga anak Herodes: Archelaus, Herodes Antipas, dan Philipus.

Sonny (dari berbagai sumber)

Kamis, 15 Januari 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

Sudah 20 hari Israel memerangi Hamas dengan membombardir Jalur Gaza. Korban telah mencapai lebih dari 1000 orang dan 4500 lainnya luka-luka. Sebuah resolusi gencatan senjata telah dikeluarkan Dewan Keamanan PBB namun kedua pihak, terutama Israel, tidak menunjukkan tanda-tanda menghentikan serangan. Saya berharap pembantaian ini segera berakhir, tapi tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mengamati …

Sambil mengamati dan menunggu perang usai saya mengajak pembaca (kalu ada yang baca..) melihat ke belakang mencoba melacak asal konflik yang alot ini. Maksudnya bukan untuk melihat hitam-putihnya, melainkan untuk menyadari betapa sejarahnya abu-abu. Lumayan untuk membunuh rasa penasaran kenapa perang ini belum juga dihentikan.

Dari berbagai literatur saya mendapati betapa panjang dan melelahkan konflik antara kedua bangsa ini. Ceritanya dapat ditarik mundur hingga 4000 tahun lalu!.. Wah, capek dech….
Ngga jadi ah, ngapain!

Tapi karena hari ini (hari ke 21) Israel tidak juga mengendorkan serangan, malah tambah ngamuk dan ngaco, ngga ada salahnya dirunut pelan-pelan kisahnya dan dibagi dalam beberapa babak biar ngga bosan nulisnya. (supaya postingannya juga banyak).

Ada beberapa versi yang berbeda dan kadang bertentangan yang mungkin ditulis untuk kepentingan-kepentingan yang berbeda. Karena terkadang perbedaannya berujung pada masalah-masalah sara yang sensitif, sebaiknya keisengan ini melihat dari sudut pandang sejarah saja. Kalaupun ada yang berbeda dan kurang berkenan boleh ditanggapi sambil mohon dimaafkan.

BABAK I

Kisah ini berawal kira-kira tahun 2000 SM, ketika Ibrahim (Abraham) menyadari bahwa istrinya Sarah (Sarai) itu mandul. Untuk mendapatkan keturunan, dengan seizin Sarai dia mengawini pembantunya: Hagar (Hajar) yang kemudian memberinya anak laki-laki dan dinamainya Ismail.

Konfliknya dimulai ketika 14 tahun kemudian Sarah ikutan hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Isak. Abraham kemudian menyuruh Hagar dan anaknya Ismail pergi dari perkemahannya Timbul pertanyaan apakah seluruh konflik ini merupakan kesalahan Abraham (Ibrahim)?

Keturunan Isak kemudian menjadi bangsa Yahudi/Israel, sementara keturunan Ismail menjadi bangsa Arab.

Bangsa Palestina yang sekarang merupakan keturunan bangsa-bangsa Arab di tanah Kanaan dan bangsa Philistine penakluk seluruh pantai Kanaan bagian selatan dan yang mendirikan kembali kota-kota Gaza, Ashdod, Ascalone, Ecron dan Gath. Nama wilayah Palestina diturunkan dari kata Filistin itu oleh Herodotus dan penulis Yunani lainnya, hingga lama-kelamaan menggantikan nama Kanaan.

Bangsa Filistin berjaya di wilayah tenggara pantai laut Mediteranea selama hampir dua abad, yakni sekitar tahun 1200 SM hingga tahun 975 BC. Sementara itu bangsa Israel di bagian timur sedang berjuang mempertahankan eksistensinya melawan bangsa-bangsa Midian, Amalek, serta keturunan Lot, yakni bangsa Moab dan Amon.

Ketika Filistin berusaha memperluas perdagangan mereka ke Timur, ke tanah Arab, maka permusuhan mereka sebagai bangsa dengan Israel pun tak terhindarkan. Dalam konflik mereka di zaman itu muncullah berbagai kisah menarik seperti: Daud dan Goliat, Samson dan Delilah, Tewasnya Saul dan Yonatan, dan masih banyak lagi.

Daud adalah pahlawan Israel yang membunuh raksasa dari bangsa Filistin: Goliat. Walaupun demikian, Daud pernah meminta perlindungan pada bangsa Filistin ketika dia sedang dikejar-kejar raja Saul, ayah Yonatan sahabatnya.

Samson adalah pemuda Israel yang sangat kuat yang jatuh cinta pada Delilah, seorang gadis dari bangsa Filistin. Samson mencintainya hingga ketika Delilah menanyakan rahasia kekuatannya Samson menceritakan bahwa jika rambutnya dipotong maka hilanglah kesaktiannya.

Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa perang Palestina-Israel telah dimulai ribuan tahun lalu.. dan lamanya penantian kita sangatlah tidak sebanding.

Di bawah pimpinan Daud Israel menjadi kuat dan mampu merebut Yerusalem, sebuah kota raja yang berdiri di dataran tinggi dan dikuasai bangsa Jebusite sepupu bangsa Kanaan. Pencapaian Daud ini oleh bangsa Filistin dianggap menyaingi supremasi mereka. Filistin kemudian menyerang bangsa Israel di ibu kota mereka yang baru, tapi Daud memukul mundur mereka. Ini terjadi sekitar tahun 975 SM, awal masa keemasan Israel kuno, yakni saat pemerintahan Daud diikuti anaknya raja Salomo yang mahsyur itu.

Menurut saya, inilah akhir babak pertama dari konflik ini. Bangsa Israel kuno berhasil meraih kejayaan lebih dari Bangsa Filistin dan Kanaan, nenek moyang bangsa Palestina.

Sonny (dari berbagai sumber).