Minggu, 15 Maret 2009

Perang Palestina-Israel: Konflik 4000 tahun

BABAK 8

Resolusi 181 dari PBB tanggal 30 November 1947 mengenai pembagian wilayah Palestina (UN Partition Plan) menjadi dua negara mengalokasikan 56.5% tanah Palestina untuk wilayah negara Israel dan 43% untuk negara Palestina, dan sisanya, yakni Yerusalem dijadikan wilayah internasional. Tapi di sebagian wilayah yang diperuntukkan bagi Israel bermukim orang-orang Palestina yang tidak mau menjadi bagian dari sebuah negara Yahudi. Resolusi ini segera memicu Kerusuhan Yerusalem dimana penduduk Arab dan Yahudi saling menyerang, menculik dan membunuh. Inggris yang mulai meninggalkan wilayah ini tidak mau dan tidak mampu mengatasi kekacauan ini.

Awal tahun 1948, kerusuhan berubah menjadi konflik militer ketika negara-negara Arab mengirimkan pasukan yang tergabung dalam Pasukan Pembebasan Arab di bawah pimpinan Abd Qadir al-Husayni dari Mesir. Mereka memblokade Yerusalem dan melakukan operasi-operasi di kota-kota pantai Palestina maupun Israel. Sebagai balasannya Israel membentuk Plan Dalet, yakni sebuah rencana dimana organisasi-organisasi bersenjata Yahudi yang dimotori Haganah dirubah menjadi tentara reguler lalu ditugaskan membuka blokade atas warga Yahudi di Yerusalem dan melindungi kantong-kantong pemukiman Yahudi dari serangan orang-orang Arab. Walaupun rencana operasi pimpinan Ben Gurion ini bersifat defensif, namun dalam prakteknya rencana ini sekaligus menjadi ofensif terhadap pemukiman-pemukiman Palestina di dalam dan disekitar wilayah Israel. Kerusuhan antar penduduk kini berubah menjadi Perang Arab-Israel dan berlangsug hingga Juli 1949.

Dalam perang itu, sebagian warga Palestina di dalam dan di sekitar wilayah Israel menjual tanahnya pada orang Yahudi, sebagian lagi terpaksa mengungsi ke wilayah Palestina atau negara Arab lainnya, tapi ada pula yang menolak pindah dari tempat itu dan melakukan perlawanan. Perlawanan yang mereka lakukan membuat Israel menggunakan cara lain, dari intimidasi hingga penghancuran pemukiman dan bahkan pembantaian untuk mengamankan dan memperluas wilayah mereka.

Menyusul deklarasi kemerdekaan Israel, Transjordania, Siria, Irak dan Mesir mengirimkan pasukan untuk memerangi pasukan bersenjata Israel, namun hingga tahun 1949, sekitar 100 desa Arab berhasil dicaplok Israel dan hampir semua kantong wilayah pemukiman Yahudi menjadi terhubung/tersambung, kecuali wilayah pemukiman mereka di Yerusalem. Terjadi perubahan demografis yang signifikan dimana sekitar 700.000 hingga 750.000 orang Arab Palestina lari atau terusir dari daerah-daerah yang kemudian menjadi wilayah Israel. Sebaliknya, sekitar 10.000 orang Yahudi juga dipaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah Palestina dan pindah ke wilayah Israel.

Di akhir perang ini, Israel menduduki sebagian besar wilayah yang dialokasikan untuknya dalam Partition Plan PBB. Di samping itu mereka juga menguasai Jaffa, Lydda dan Ramle Galilee dan Negev, sebuah jalur jalan antara Tel-Aviv dan Yerusalem, serta sebagian wilayah Samaria yang sekarang dikenal sebagai Tepi Barat. Wilayah Tepi Barat lainnya diambil oleh Yordania, sementara Jalur Gaza dikuasai militer Mesir. Sibuk memerangi negara baru Israel, para pemimpin Palestina dan negara-negara Arab lupa mendeklarasikan negara Palestina seperti termaksud dalam Partition Plan.